Saturday, September 26, 2009

Anang (gak pake Krisdayanti)


“Anang? Krisdayanti mana?”

Pertanyaan itu yang kerap kali muncul dari temen2 atau orang2 yang baru kenal namaku. Apalagi setelah kasus perceraian Anang- Krisdayanti mencuat di media, makin kenceng aja kreatifitas temen2 kalau denger namaku.

“Anang? Krisdayanti kurang apa sih sampe dicerein?” atau “Eh Nang…kenapa itu Krisdayanti? Kasihan anak-anak.”

Guys..STOP IT!!! Gw bukan Anang yang itu. Salah orang kale…

PRODUKSI VIDEO KLIP / MUSIC VIDEO PRODUCTION




“THE RULE IS…NO RULE”.

Itu hal pertama yang disampaikan Jeffrey Obrow, seorang produser video klip dan sutradara film Los Angeles, yang mengajar kelas saya ketika membahas tentang Music Video Production atau lebih kita kenal dengan Video Klip.

REALLY???

Sebenarnya saya berharap mendapatkan sesuatu yang lebih berkesan untuk dicamkan dihari pertama kelas produksi video klip yang saya ikuti di University of Southern California ini. Karena Jeffrey sudah malang melintang di dunia videoklip Amerika sejak tahun 80-an. Dia telah memproduseri video klip band-band rock jaman itu (salah satunya adalah Tesla).

Setelah beberapa waktu kemudian (dasar telmi ^_*), saya baru sadar bahwa yang dimaksud “THE RULE IS…NO RULE” bukannya kita bisa seenaknya saja mengerjakan karya tanpa tahu apa-apa tentang teori yang dipakai. Kata NO RULE baru bisa dipakai ketika kita sudah memahami RULE dalam produksi video klip, yang sebenarnya banyak mengambil dan menggabungkan teori dan metode dalam produksi film.

Ketika kita sudah paham tentang aturan komposisi, angle, framing, cutting, editing beserta teknik montage, slow motion, lighting dan lain-lainnya, barulah NO RULE-nya Jeffrey bisa kita terapkan dengan mengkombinasikan, memodifikasi bahkan ‘mengacak-acaknya’-nya dalam karya video klip kita. Disitulah baru bisa diterapkan prinsip Jerfrey tadi.

Sebagai contoh: dalam aturan komposisi konvensional, ada yang namanya looking room, yaitu ruang/space yang cukup di depan wajah orang dalam suatu komposisi sehingga tidak mengesankan wajah orang itu menempel ujung frame (seperti ‘kejedot’). Dalam video klip hal ini boleh saja dilakukan untuk mendramatisir gambar, bahkan boleh juga wajah orang itu hanya terlihat separuh di layar.

Contoh lain: continuity adegan dan CUTTING sangat diperhatikan dalam film (kecuali film eksperimental), di video klip gambar boleh meloncat-loncat dari adegan di panggung ke adegan nyanyi di jalanan terus ke adegan drama di sebuah kamar. Disambung secara berselang-seling tanpa berurutanpun masih terlihat OK selama gambarnya bisa menghibur mata penonton. Atau gambar sedikit blur/buram tidak focus yang di film dianggap ‘haram’ di video klip masih boleh-boleh saja. Itulah kenapa Bignell dan Orlebar (2005), beranggapan bahwa MTV yang banyak menampilkan video klip hanya menampilkan materi siaran yang dangkal, tanpa pesan kecuali hanya ‘perintah’ untuk membeli (CD atau lagu dari artis yang disiarkan).

Menurut Chris Painter (class guest speaker dan sutradara video klip), video klip bisa didefinisikan sebagai metafora/perlambang visual untuk musik.
Chris menyebutkan dua ‘bumbu’ untuk membuat video klip yang baik, yaitu:
1. Charismatic Performance dari artis/band.
2. A Great Concept untuk menggambarkan isi lagu.

Dari ide konsep ini sutradara menjabarkannya dalam bentuk Director’s Treatment. Bagian yang paling sulit adalah meyakinkan band/artis dan produser untuk mempercayai dan mendukung konsep yang kita buat (kecuali elo sutradara berpengalaman dengan ratusan karya video klip sukses, produser dan artis yang nurut sama sutradara). Setelah mencapai kesepakatan akan konsep video klip yang akan diproduksi, sutradara membuat perencanaan produksinya dalam bentuk shot list atau storyboard secara detail untuk menjadi panduan selama shooting. Disini keluarkanlah semua ‘jurus’ yang mungkin dilakukan (slow motion, pergerakan kamera yang dinamis, band yang atraktif, talent yang menjiwai, lighting yang unik dll). Setelah shooting, kemudian dilanjutkan dengan proses editing. Proses selanjutnya tentang distribusi untuk promosi termasuk pemilihan stasiun TV, jam tayang, bentuk iklan dll, menjadi tanggung jawab produser atau label atau band/artis.

Sumber inspirasi bisa dari:
1. Video klip lain
2. Film
3. Majalah (music, fashion, bahkan politik)
4. Internet

Di hari lain, Rob Newman (produser video klip Backstreet Boys, Michael Jackson, Whitney Houston) memberi tips untuk menjadi sutradara yang baik, yaitu:
1. Taste. Punya ‘rasa’ yang unik atas lagu yang akan dituangkan dalam konsep dan digarap menjadi video klip
2. Style. Punya gaya tersendiri dalam mengeksekusi vido klip.
3. Motivator. Sutradara yang baik adalah motivator yang efektif bagi band/artis, talent dan crewnya.

Sedangkan Randi Wilens dari RW Media California (produser video klip Cranberries, Marlyn Manson, Bahamen) berpendapat bahwa dalam pembuatan video klip, LAGU merupakan unsur terpenting.
“BAD SONG + GOOD MUSIC VIDEO = BAD MUSIC VIDEO”.

Kesimpulannya adalah meskipun masih bisa diperdebatkan, tetapi pendapat Jeffrey Obrow bahwa “THE RULE IS…NO RULE” ada benarnya. Karena dari pengalaman beberapa yang berkecimpung di industri video klip Amerika di atas, kita dapat menangkap bahwa tidak ada satu formula ajaib yang disetujui setiap orang untuk menghasilkan video klip yang baik. Tiap sutradara punya taste dan style sendiri-sendiri.

Jadi buatlah video klip sebanyak-banyaknya, seliar-liarnya dan gunakan atau ‘hancurkan’ teori film, komposisi, angle, lighting secara eksperimental. Siapa tahu langkah tersebut akan menghasilkan karya video klip yang unik dan berhasil di industri.


Contoh video klip saya (dibuat dengan kamera film 8mm /Super 8mm) bisa dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=lmHfGdAf-_M

dan di
http://www.youtube.com/watch?v=3cdPHEbPupI



Reference:

Bignell, J. and Orlebar, J. (2005). The television handbook. London and New York: Routledge

Friday, August 28, 2009

Akhirnya merasakan promo tour…


Setelah dengan perjuangan yang cukup lumayan berliku, akhirnya tgl 8 dan 9 Agustus 2009 kemarin band gw, Radio Travellers, jadi juga promo tour ke Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur. Targetnya lima radio di Surabaya dan satu konser di Sidoarjo.

Karena gw hari Jumatnya (tgl 7 agustus) harus bekerja sampai malam, terpaksa gw berangkat sendiri Sabtu paginya menggunakan pesawat paling pagi dari Jakarta ke Surabaya. Sementara personil yang lain berangkat tgl 7 malam naik kereta bisnis Gumarang dari stasiun Gambir Jakarta ke stasiun Pasar Turi Surabaya. Oh iya,band gw ini semua personilnya bekerja full time, jadinya kalau mau keluar kota kayak gini harus ngurus ijin atau cuti yang kadang-kadang tidak mudah untuk mendapatkannya. Atau harus bolos hahaha…

Sampai Surabaya setelah kumpul lagi sama personil yang lain, mandi , makan dan mendengarakan ‘keluh kesah’ mereka yang naik kereta bisnis tengah malam yang dingin dan empet-empetan sehingga mau ke toilet pun susahnya minta ampun, kamipun berangkat ke radio Istara FM sebagai tujuan pertama. Lumayan… disini pendengarnya yang disebut Arek Surabaya apresiatif sama lagu-lagu kami. Lagu Ingkari lumayan dapet respon. Wawancara dan acoustic performance barlangsung dari jam 12 sampai 13.

Setelah itu lanjut ke radio kedua, EBS FM. Denger-denger nih radio ratingnya lagi tinggi di Surabaya. Dalam perjalanan ke EBS kami makan dulu di tempat penjual Legen (minuman dari pohon kelapa atau siwalan) yang menyediakan macam-macam gorengan dan nasi bungkus. Konsepnya sih kaya angkringan nasi kucing. Bedanya tempat ini buka siang bolong ditengah terik matahari Surabaya. Cuma pake tenda sederhana dan pembelinya bisa makan dan minum sambil berdiri atau cari tempat teduh disekitarnya. Sayangnya gw lupa namanya, tapi yang pasti lokasinya di depan sebuah diskotek dangdut. Kemudian kami kantor Indosat untuk numpang sholat. Di EBS FM, wawancaranya tambah seru aja. Ada pendengarnya yang langsung hafal refrain lagu MB. Salut buat Kanca Muda.

Selesai dua radio, jadwal di radio ketiga terpaksa dibatalkan karena waktunya bersamaan dengan persiapan konser di Sidoarjo.

Selepas Maghrib kami berangkat ke Sidoarjo. Alhamdulillah gak telat ke lokasi, malah acaranya yang telat mulai. Kami dijadwalkan main pukul 20 jadinya baru naik panggung pukul 22. Seru juga. Panggungnya gede, lightingnya bagus, pake asap segala, cuma soundnya kurang maksimal. Karena udah capek kami balik ke Surabaya dan gak sempet nonton Eet Syahranie, gitaris EdanE, yang menjadi atraksi puncak malam itu.

Sampai penginapan, temen-temen langsung menggelar PS2-nya. Gak tau sampai jam berapa pertandingan bola WE berlangsung karena gw tidur duluan.

Hari ke-2
Pagi-pagi udah dibangunin untuk persiapan ke radio selanjutnya. Kami sampai di Prambors FM Surabaya agak lebih awal dari yang dijadwalkan. Di radio ini lagu-lagu kami yang berbahasa Inggris (Around You dan Falling Down) kayaknya lebih disukai. SIP…

Setelah mampir di warung pecel untuk makan siang, perjalanan dilanjutkan ke radio terakhir dalam schedule Radio Travellers di Surabaya. Namanya DJ FM. Seru abis disini. Pandengarnya apresiatif dan merchandise kami yang berupa 2 CD mini album Radio Traveller, 2 T-shirt dan sticker langsung dibagikan kepada penelpon yang paling seru. Di radio-radio sebelumnya kami juga menitipkan merchandise kami untuk dibagikan.

Selesai wawancara di DJ FM, jadwal sudah mepet buat Buddy ‘Ucogh’, Qeli dan sobat gw dari jaman kuliah, Qodir, yang akan naik kereta bisnis Gumarang lagi ke Jakarta. Mereka naik kereta karena bawa alat-alat musik kami yang gak mungkin dibawa ke pesawat. Gw, Rian dan Edo naik pesawat malem jam 22. Setelah anter temen-temen ke stasiun Pasar Turi kami sempet mampir di masjid Cheng Ho untuk sholat Maghrib. Keren masjidnya. Kemudian mengunjungi sepupu Edo sekalian jalan ke bandara.

Pesawat delay dan insiden double pedal drum Buddy yang sempet gak boleh dibawa ke kabin pesawat oleh petugas security mewarnai perjalanan kami malam itu. Sampai rumah gw di Tangerang, rasanya seneng banget ketemu lagi sama my lovely wife and kids. Merasa bersalah juga karena gak bisa ngajak mereka ikut tour kami. Semoga kesempatan selanjutnya bisa berangkat semuanya. Pasti lebih seru kalo personil band ini bawa keluarganya masing-masing. Yang jomblo gimana? Hahaha…

Dan Promo Tour Radio Travellers di Surabaya dan Sidoarjo pun berakhir. Makasih buat Kiki dan Kentang sobat kami di Surabaya, Pestamusik.com, Qodir, sepupu-sepupu gw (Mas Singgih & Yoyok), Pak Yanto Surabaya, Cak Shodiq, boss-boss kami, temen kerja kami yang bersedia tukeran jadwal, dan tentunya istri-istri dan anak-anak kami yang telah mengijinkan kami untuk menjalani tour ini.

So guys… kami tunggu undangan selanjutya ….

CUTI Bukanlah Suatu Kejahatan


Cuti itu hak kita sebagai pekerja ataukah hadiah dari perusahaan karena kita bekerja keras selama setahun ini?

Kalau cuti itu merupakan hak karyawan, harusnya tidak ada masalah ketika karyawan mengajukan cuti. Artinya kepergian sementara karyawan tersebut untuk cuti harusnya tidak mengganggu kinerja perusahaan dan tidak mengacaukan kerja tim yang dibangun untuk menjalankan roda perusahan. Dan semoga sekembali dari cuti, produktivitas karyawan tersebut lebih meningkat karena telah mengisi ulang energi yang selama ini dihabiskan di tempat kerja.

Tapi ketika mengajukan cuti terkadang muncul perasaan berdebar-debar akankah pengajuan cuti kita dikabulkan oleh yang berkuasa. Seolah-olah yang berkuasa itulah yang memiliki hak cuti itu dan kemudian bila hatinya sedang senang maka jatah cuti itu dibagikan kepada karyawan yang meminta-minta. Ya…seolah-olah karyawan harus meminta-minta dulu agar diberi jatah cuti karena cuti itu dianggap sebagai hadiah dan yang berkuasalah yang menentukan hadiah itu akan diberikan atau tidak.

Tapi perlu diingat bahwa CUTI bukanlah suatu kejahatan…

Another story of Radio Travellers


We’ve got a call from our label. They have scheduled us for a promo tour to East Java in the beginning of august. It’s just a small promo tour compared to bigger professional artist, but we are excited to do this. Personally, I’ve been waiting for this kind of opportunities for years since I sang in my first band (back to high school era). Then, eventhough I got many gigs and radio interviews with my band in university era (es teh tawar band), but I found out that it was hard to get chances to do promo tour and radio interviews outside the province we’re established.

Now while I have a full time job as a TV Program Director, I ‘m getting a chance to do a promo tour with my band to other province. I don’t know if this is the right time or not, because my working schedule is kind of tight (and it will be more complicated if we consider about the schedule of other band members). Sometime TIMING is just one of a lot of mystery elements in the universe and only Allah SWT that has RIGHT to make a final decision. We, as human being, are just guessing all the time to plan our work and to work our plan. I hope Allah gives bless for me. Semoga barokah…

Sunday, July 26, 2009

Interviewing Techniques in Documentary Production

There are five important points to be considered when talking about interviewing in documentary making process. There are: the preparation and understanding of situations, questioning strategy, the controller, the camera placement, and the ethic issue. This journal will describe these important points.

First of all, the preparation and the understanding of the situations is the important thing. The interviewer needs a basic skill of interviewing for documentary film. The preparation of everything is important, but it must not eliminate the spontaneous factor. The preparation means that the interviewer should have some expectation of what each subject participants will contribute. Another thing is during interview process the interviewer must know when s/he has to talk and when s/he should be quiet. The interviewer cannot talk when the subject is talking, because this situation will make the editing process more difficult. In order to give some response, the interviewer only can give some visual feedback such as nodding or smiling.

The second important factor is the questioning strategy. The interviewer has to arrange the clear and understandable question. It will help the subject answering the question easily. The interviewer also has to guide the subject to answer each questions in complete sentence instead of answering shortly such as ‘yes’ or ‘no’. To gain the depth information, the interviewer has to build the intimate situation with the subject gradually and try to make the subject comfortable with the interviewer.

Third, the controller in interviewing process should be the director, but in some situation the director can use other people such as the researcher or the other crews to make the subject more comfortable during the filming process. Using the researcher as the interviewer can be good way to continue the relationship with the subject because the researcher usually knows the subject before the director. So using the researcher as the interviewer will make the subject more relax and easy to talk about something deeply. On the other hand, using new person (the director) as the interviewer also has some advantages. One of the advantages is the arrival of a new person will build more spontaneous situation between the interviewer and the subject.

Fourth, the camera placement will also have some significant effects, especially between the audiences and the subject. If the camera is placed in front of the subject and make the subject looks talk to the audiences directly, it will give a face-to-face impression between the subject and the audiences. The audiences will feel be involved in the interview and the interview acts on the behalf of the audience.

Finally the last important point is the ethic issue. This is a big issue for the documentary makers. The need to tell the truth is bordered with the interest to keep the privacy of the subject participants. That’s why some documentary films make some controversy in the society after being released because the public cannot accept the documentary that perhaps has disturbed the norms or values applied in the society. Cunnamulla and The Crumb are some of those controversial documentaries.

In conclusion, the five important points should be considered in interviewing especially in documentary making process.

Friday, June 05, 2009

Never Been Kissed




Mengutip judul film Drew Barrymore tahun 1999 yang mengisahkan perjuangan dia sebagai jurnalis (Josie Geller) yang ditugasi kembali ke bangku SMA untuk mengetahui gaya pergaulan siswa paling mutakhir. Dia harus menyamar menjadi salah satu siswa dan berusaha bergabung dengan grup siswa populer. Masalahnya waktu jaman SMA pun dia bukan termasuk siswa populer bahkan termasuk siswa yang sering dikerjain oleh siswa lain. Kisah selanjutnya ya seperti Hollywood teen movies lain. Kisah percintaan, kekecewaan, balas dendam, menangnya kebaikan lawan kejahatan. Tapi ada yang menarik dalam dialog Drew di salah satu bagian film itu. Dia mengatakan bahwa hidup itu tidak berakhir di SMA saja. Apa yang dicapai di SMA itu bukan apa-apa dibandingkan tantangan yang harus dihadapi di dunia luar selepas sekolah. Murid paling popular, senior paling galak, jagoan paling gaul yang suka ngerjain atau malakin (bullying) adik kelas, belum tentu survive di dunia luas. Banyak kisah nyata yang menunjukkan bahwa mungkin saja adik kelas yang sering dikerjain itu suatu saat nantinya menjadi satu-satunya orang yang bisa menolong senior galak (yang suka ngerjain waktu sekolah) yang dalam kesulitan. Atau adik kelasnya malah menjadi bossnya di dunia kerja. Semuanya mungkin terjadi. Kalau sudah begitu siapa yang tertawa paling terakhir?

MAPRAS, MAPRAM, PLONCO, OSPEK, ORIENTASI
Senior dan yunior seperti dua kutub yang tidak mungkin disatukan. Dengan alasan tradisi, senior bisa memalak, memaki, bahkan memukul yuniornya. Di lingkungan militer dan yang sok militer istilahnya pembinaan. Yunior didoktrin bahwa kekerasan yang dilakukan ‘turun-temurun’ itu ditujukan untuk meningkatkan disiplin dan kekompakan mereka. Atas nama korps/persaudaraan/geng segala kekerasan hanya menjadi rahasia yang sebenarnya sudah diketahui umum.

Tambahkan ke daftar ini bila kurang…
Kejadian Universitas Nurtanio, STPDN, Sekolah Pelayaran, Oknum Polisi, Oknum Militer, OSPEK SMA/SMP…Sampai ada yang mati. Eh ada juga sekolah pencetak seniman yang punya reputasi OSPEKnya paling galak dan sadis plus jorok…Seniman kok militeristik…

Pemukulan, tendangan dan kekerasan lainnya yang tertangkap kamera (thanks to technology) hanyalah puncak gunung es saja. Kekerasan di lembaga pendidikan atas nama tradisi sudah berlangsung sekian lama dan sedikit yang berusaha menghentikan. Masih sering terdengar di antara teman-teman kita yang dengan bangganya menceritakan ‘kekejaman’ mereka ketika meng-OSPEK adik kelasnya di bangku sekolah atau kuliah. LUCU katanya…
Lihat aja apakah tetap LUCU bila suatu saat nanti orang yang dikerjain habis-habisan itu menjadi atasannya di tempat kerja.

STOP BULLYING!!!

Kata Mbah-Mbah dulu…Jangan sombong…Gusti mBoten Sare/Tuhan Tidak Tidur

Thursday, June 04, 2009

Kinetics and Sound


The importance of “kinetics” for a director
In directing a film, a director needs to know about kinetics, because the kinetics or the movement of the actor in the screen can be a good medium of communication to reinforce the meaning of the action. In realism film genre, the movement of the actors should be as realistic as the movement in real life. In another genre such as musical genre, the movement can be more melodramatic, bombastic and hyperbolic.

Giannetti (1996, 92) discusses that the frame in film can define the movement and also can create a three dimensional effect that is important to illustrate the situation or emotion in the film. Using some particular movement can bring the emotion of the audiences. For example: the movement toward the camera of a protagonist can make the audience feel close relation with the protagonist and vice versa. The other movements to create the mood of the film are upward and downward movements, right to left and left to right movement. The movement can be supported by the choosing of camera distance and angle. For example, a high and wide angle can create the loneliness effect to the action more than using an eye level and wide angle.

Sound
According to Mollison (1997, 338), equalisation the process of affecting the quality of sound coming through the mixer by selectively emphasising or diminishing the relative strength of difference parts of sound. The equalisation process uses the control of treble-affecting the high frequencies in the sound-, the mid-range –adjusting the mid frequencies of the sound- and the bass – arranging the low frequencies of the sound. For example, to keep the consistent quality of the sound in filming one person in different shots, the audio recordist needs to arrange the position of the treble, mid and bass knobs to the same position in every take.

Normalising the sound mixer means to put all of the input knob into zero positions, especially when the mixer had used by different person before. The reason of doing normalising is to hear the real sound produced in the filming without any influence from the electronic circuitry. Then from this step, the sound engineer can adjust the sound according the necessity.

Discussing about mic level and line level, Mollison (1997, 337) states that a mic level signal is the audio signal level which is available from many microphones. It is a low-level voltage signal (usually from 2-5 millivolts). A line level signal is a higher voltage signal (up near one volt or higher) sent from another piece of equipment such as a VCR, a tape recorder or a CD player. An error of positioning the mic/line selector can cause a distort sound. For instance, if the mic level signal is assigned as a line level source, the volume will be very low and vice versa.

Tuesday, June 02, 2009

TOLONG...listrik gw mau diputus...(part 2, habis)


Setelah hari yang penuh kejutan kemarin, gw ke bank untuk mengklarifikasi (wuiihhh…bahasanya) transaksi yang simpang siur. Sudah bayar listrik lewat ATM tetapi menurut perusahaan listrik belum ada di data mereka. Padahal menurut pihak bank, transaksi pembayaran lewat ATM berhasil dan tidak ada masalah.

Di customer service gw disuruh bikin surat pengaduan/permintaan pembatalan transaksi. Okey gw ikutin prosedurnya, masalahnya…proses penelusuran memerlukan waktu 45 hari. WUUUIIIHHH…lama ya.

Gitu deh…agak antiklimaks hari ini…tapi sebagai good citizen gw ikutin prosedurnya.

Meskipun begitu ada yang menarik juga hari ini, si manusia listrik gak datang lagi dan listrik rumah gw gak jadi diputus, tapi lucunya listrik di rumah gw tetep mati siang tadi…bersama tetangga-tetangga seluruh kompleks perumahan…2 kali lagi…

Yah semoga ke depan lebih baik lah semuanya…PEACE…

Monday, June 01, 2009

Communications Journal: Techniques of the Body


After several years questioning what he could call for the modes of body action, finally Marcel Mauss define it as technique of the body. He thought that a technique has to have an instrument. That was the fundamental mistake of thinking of this term. Then, after refer to Plato’s opinion about technique (i.e. Technique of dance), he define an action of body, which is traditional and effective as “technique”.

The action of our body is influenced by physio-psycho-sociological factor. The first factor is Physiological aspect. Our body has some fantastic ability that might not be imagined in the past. For instance, when we see the old world record of sprint competition, there are differences of the athletes’ achievements from time to time. In the past, people would never imagine that the speed of people running for 100 meters length could be under 10 seconds. That is one example of how fantastic our body potency is. We try to push the limit of our body abilities.

Second, the techniques of body are influenced by Psychological factor. The soccer world cup 2002 can be a good example for this. In this tournament, we could see how the player did some action that is not really related with their body ability but it maybe can give them some extra ‘power’ for their performance. For example, some players have to touch and grab some grass from the field before entering the field.

The last factor is Sociological factor. This factor has such a big influence to our body techniques. The differences of culture make every body has their own habit. For example, the way Indonesian people wave their hand to call somebody is different with western people. Indonesian people are waving with their palm face the ground (downward), while western people put their palm upward toward the sky.

Those three factors are related each other.

TOLONG...listrik gw mau diputus...(part 1)


“Maaf karena anda belum bayar listrik selama dua bulan maka kami harus melakukan pemutusan sementara”, kata Manusia Listrik.

WHAT??? Perasaan gw udah bayar bulan Mei kemarin (buat pembayaran bulan April). Nah sekarangpun masih tanggal 1 Juni dan udah dianggep nunggak 2 bulan. Kalaupun bulan kemarin dianggep belum bayar, bukannya untuk bulan ini gw masih punya 14 hari untuk melunasinya (jatuh tempo pembayaran tempat gw tgl 15 tiap bulannya).

Setelah mengobrak-abrik laci meja, akhirnya gw yakin perasaan gw gak salah. Istri gw menemukan bukti pembayaran listrik berupa struk ATM Mandoro tertanggal 7 Mei. Kontak hotline 123 dijawab bahwa menurut data mereka saya memang belum bayar listrik. Lho? Struk ATM-nya ada dan di situ tertera bahwa struk ATM itu merupakan bukti pembayaran yang sah. Tapi itu gak berlaku selama di computer mereka belum tercatat. Gw disaranin kontak ke bank gw aja. Katanya bank gw membatalkan transaksi itu. YAAAAHHHHH…gimana sih?

Kurang puas akhirnya datang langsung ke kantor cabang perusahaan listrik…hasilnya sama. Di computer mereka belum tercatat dan struk ATM gw dianggap gak berlaku. Akhirnya dengan berat hati gw bayar lunas untuk 2 bulan sekalian daripada besok datang lagi si Manusia Listrik itu. Sempat juga gw tanya kenapa kok langsung mau diputus listrik gw, kok gak dikasih peringatan dulu. Lebih mengagetkan lagi menurut computer (menurut computer melulu…orangnya gimana?) mereka surat peringatannya sudah dicetak tanggal 26 mei sore sekitar pukul 16 dan dikirim tanggal 27 besok harinya. Tapi gw gak pernah nerima surat peringatan itu…dan lima hari setelah itu listrik gw mau langsung diputus…Satu hal yang agak menghibur adalah petugas di kantor cabang itu melayani dengan baik.

Kelar urusan bayar listrik, gw nurutin saran mereka untuk kontak bank tempat gw bayar listrik lewat ATM. Lebih mengherankan lagi…ternyata transaksi gw aman dan TIDAK pernah dibatalkan. Yang bener yang mana sih? Gw disuruh ke kantor cabang bank itu untuk mengajukan keluhan supaya transaksinya dibetulkan.

Logika gw kok nggak nyambung ya…
Sebagai ilustrasi, A nyuruh B untuk menagih C.
Kemudian C bayar ke B.
Ternyata A belum menerima pembayarannya.
Bukannya A harusnya nanya ke B kenapa kok pembayaran dari C belum masuk.
Kok C yang langsung dikenai sanksi?

Bagaimanakah kisah selanjutnya? Kita lihat besok ya…

Sunday, May 31, 2009

Directing Films


There are two main points that discussed by Mamet in the chapter about directing a film. The first one is about directing the actors to do some the act and also the dialogue. The second point is about directing the camera. In addition, this journal will also discuss the approach in directing used by Mamet and another method commonly used by many directors for a comparison.

First of all, in directing the actors, Mamet uses a very simple approach. He just wants the actor do the act as the director’s command. The actor does not have to know the motivation, the feeling and the emotion. The actor jus simply follows the director’s order. That’s why the director does not have to try to bring the mood of the actor into the some particular situation and condition that support the act. On the other hand, there is another method that tries to bring the actor into the character situation and emotion. The director also has to push the actor to know the background, the reasons and the situation behind the story. For example: For the film set in 1980’s, the director will ask the actor to imagine his/her situation if the actor lives in that particular era.
In giving the instruction to the actor, Mamet uses the verb and emphasises to the adverb. For example: In walking scene, the director can instruct the actor to walk fairly slowly. The way the actor walking has to be instructed clearly. Mamet also prefers to use visual to tell the story instead of uses a narrative method. He thinks that the less the director narrates, the more audience is going to enjoy the picture and the acting.
Another method can be used by other directors is by using a verb word instead of using an adjective word. For instance: instead of saying, “Try to look sad”, the director can say, “Try to cry”. The second instruction is clearer than the first one.

Secondly, in directing the camera, Mamet uses his subconsciousness. When he is asked where the camera will be put in. Mamet does not like the idea of steady cam which tends to follows the actor wherever s/he goes. He depends to the shot list. For example: in scene that illustrate the actor entering the room though a closed door, the camera first can get the wide angle form the back of the actor, then the close up to the hand opening the door knob and the next shot will be the angle form another side of the door or inside the room s/he is going into. It will have more dynamic effect to the picture when putting together in the editing process.

In conclusion, the two main points in directing by Mamet are how to direct the actor and how to arrange the camera position. Directing the actor has to be simple and clear. In arranging the camera position, it is important to use the shot list that contain some different dynamic angles in one scene and also try to avoid the idea of steady cam. I agree with Mamet in directing the camera but in directing the actors I prefer to use the other method.

TIPS: Menyutradarai Program Berita dan Talk Show


News Bulletin adalah acara berita yang berisi story-story berita pendek hasil peliputan jurnalistik baik yang bersifat hard maupun soft news juga berita olahraga (sport) dan dibawakan oleh satu presenter atau lebih. Dari bentuknya story berita dibagi menjadi Package/PKG (materi jadi yang terdiri dari Video yang sudah disertai narasi hasil Dub di ruang editing ) dan Voice Over/VO (materi hanya berupa Video dan narasinya dibacakan oleh presenter yang bertugas di studio).

Talk show adalah acara bincang-bincang yang melibatkan Host (pembawa acara) dan satu atau lebih narasumber. Bisa dengan penonton di studio atau tidak tergantung sifat acaranya. Tema yang diangkat bervariasi bisa berupa politik, budaya, human interest, musik dll.

Stasiun televisi besar biasanya mempunyai studio siaran lebih dari satu. Tapi karena banyaknya program yang harus disiarkan dari suatu studio, bukan tidak mungkin satu studio dipakai bersama-sama oleh beberapa program yang waktunya saling berurutan (back to back). Hal ini mungkin dilakukan bila di dalam satu studio dibangun beberapa set backdrop/fix set untuk program-program yang berbeda tersebut dengan memanfaatkan sudut-sudut studio. Selain itu dengan adanya teknologi Virtual Set, beberapa program acara bisa memakai satu studio yang sama secara bergantian dengan hanya merubah background secara cepat melalui computer. Background asli studio semacam ini biasanya berwarna hijau (green screen) atau biru (blue screen)

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyutradarai program News Bulletin dan Talk Show.

News Bulletin
  • 30 menit atau lebih sebelum acara, Program Director (PD) harus sudah berada di Video Control Room (VCR). Terlebih untuk program acara yang berurutan (back to back) dengan PD yang berbeda. Waktu nyata (real time) untuk persiapan diantara dua program back to back bisa kurang dari dua menit. Kehadiran PD yang lebih awal di VCR penting untuk mengantisipasi situasi tak terduga (misal: program sebelumnya over time) dan menentukan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk persiapan program selanjutnya. Presenter dan crew lain harus menjalani prosedur yang sama.

  • Koordinasi dengan Produser mengenai program yang akan dijalankan. Bila ada LIVE dengan reporter/narasumber di luar studio atau Live By Phone, koordinasikan dengan Technical Operation crew (crew yang bertanggung jawab mengurus transmisi dengan Satelite News Gathering/SNG di luar studio) dan Audio Supervisor untuk menge-check visual dan audio yang tersedia dari lapangan dan menghubungkan Presenter di Studio dengan Reporter atau Narasumber di lapangan.

  • Kenali karakter program melalui Rundown yang diaplikasikan di Showplay (missal: sistem ANN ataupun Dalet). Tiap program mempunyai perbedaan urutan Promo, OBB, Bumper, Opening, Teaser dan juga jenis Shot dan Framing untuk Opening/Teaser dan Reading. Selain itu perlu diketahui apakah Character Generated/CG (berisi keterangan peristiawa, lokasi dan tangal kejadian, nama narasumber) dan Over The Shoulder/OTS (Ilustrasi gambar dan judul berita yang muncul di sebelah pundak presenter ketika membacakan Lead In atau pengantar berita) dikeluarkan melalui ANN,Inscriber atau melalui program Trio.

  • Ada baiknya Credit Title dipersiapkan sebelum acara. Credit Title dibuat menggunakan Inscriber atau program Trio.

  • Check Virtual Set atau Fix Set (koordinasi dengan Virtual Artist)

  • Check Audio dan Earpiece presenter (koordinasi dengan Audio Supervisor)

  • Check Colour tiap kamera. Semua kamera harus menghasilkan warna yang sesuai satu sama lain (koordinasi dengan Technical Operation crew yang mengoperasikan Camera Control Unit/CCU).

  • Atur komposisi dan framing melalui cameramen.

  • Koordinasi dengan Master Control Room mengenai waktu mulainya program, commercial break dan end break.

  • Jalankan program berdasarkan Rundown dengan selalu berkoordinasi dengan Produser dan Crew lain. Selalu persiapkan langkah antisipasi terhadap hal-hal tak terduga.

Masalah yang mungkin muncul:

  • Bila tiba-tiba Showplay ngadat, gunakan Back Up paket berita di VTR.

  • Bila semua alat di VCR berhenti berfungsi, instruksikan kepada Presenter untuk melakukan Teaser menuju Commercial Break (koordinasikan dengan MCR).

  • Bila Teleprompter tidak berfungsi, presenter harus menggunakan Script kertas dan PD mengkoordinasikan urutan berita dengan Produser sehingga Paket Berita yang ditayangkan sesuai dengan Lead In yang dibaca Presenter.


Talk Show
Hal-hal yang disebutkan diatas berlaku juga untuk persiapan dan untuk menjalankan Program Talk Show dengan memperhatikan kekhususan dari program Talk Show.

  • Antisipasi
    Who Speak What. Orang yang berbicara harus tertangkap kamera. Oleh karena itu PD harus selalu memperhatikan arah pembicaraan yang sedang berlangsung untuk menentukan jenis Shot yang akan dipakai. Misalkan, bila Presenter bertanya atau Narasumber mulai berbicara, gunakan One Shot (Close Up) dengan intercut Group Shot (Wide Shot). Bila dialog semakin panas dan dua Narasumber beradu mulut secara berhadap-hadapan, gunakan Two Shot dengan kombinasi One Shot untuk menangkap ekspresi Narasumber (berlaku juga untuk dialog panas antara Presenter dan Narasumber).

  • Waktu
    Dalam program Talk Show, pengaturan durasi sangat perlu diperhatikan karena berbeda dengan News Bulletin, yang lebih bisa dipredikasi durasi Paket Berita nya, pembicaraan di Talk Show lebih spontan dan mengalir tergantung pertanyan dan situasi serta karakter Presenter dan Narasumber yang terlibat. Sehingga kadang sulit untuk dihentikan jalannya dialog. Produser dan Presenter harus selalu diingatkan pentingnya menjaga durasi.

Selain hal-hal diatas, secara umum akan lebih baik bila seorang PD mengenal Crew yang terlibat dalam produksi, mengenal alat-alat yang diperlukan/dipakai dan juga harus memahami alur dan karakteristik program yang dijalankan. Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam persiapan dan pelaksanaan program dengan tidak meninggalkan disiplin dan ketegasan. Dorong Crew untuk konsentrasi dan berkoordinasi satu sama lain (eye contact is important, don’t be shy).


Untuk acara yang kompleksitasnya tinggi (ruang luas, partisipan banyak, rundown yang bervariasi dll) diperlukan peran seorang Floor Director/Floor Manager yang membantu PD untuk mengatur jalannya show dan mengorganisir crew dan seluruh partisipan yang terlibat di Studio Floor.

Alat-alat yang perlu diketahui dan dipergunakan dalam produksi beserta crew yang bertanggung jawab:

  • Microphone (clip on) ---- Audio Assistant

  • Earpiece ---- Audio Assistant

  • Camera ---- Camera Person

  • Teleprompter ---- Producer/Producer Assistant/Production Assistant

  • Lighting ---- Lightingman/ Audio Assistant

  • Camera Control Unit (CCU) + waveform dan vector scope ----Technical Operation Crew(TO)

  • Virtual Art (untuk virtual background) ---- Virtual Artist

  • Video Tape Recorder (VTR) ---- VTR Operator

  • Monitor (up to 29 monitors)

  • Switcher ---- Switcherman

  • Digital Video Effect (DVE) ---- Switcherman

  • Computer back up (yang tersambung ke server tempat penyimpanan materi-materi berita sehingga juga bisa memutar berita untuk penunjang showplay utama yang dioperasikan PD) ---- IT personnel

  • Trio (for Over The Shoulder/OTS and Character Generated/CG) ---- Trio Artist

  • Audio Mixer ---- Audio Supervisor

  • Telephone line ---- Producer/Production Assistant

  • Showplay + Button Box ---- Program Director

  • Inscriber ---- Program Director/ Producer Assistant

  • Clearcom (alat komunikasi antar bagian di studio) ---- All Crew

Tuesday, May 26, 2009

LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT FILM DOKUMENTER



1. IDE.
Filmmaker mencari IDE yang menakjubkan.

2. Visualisasi
Filmmaker membayangkan idenya dalam bentuk visual.

3. Memikirkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berkaitan dengan ide yang akan dikembangkan menjadi film dokumenter.

  • Bagaimana cara mendapatkan akses ke ‘SUBYEK’ dan tempat yang akan di jadikan lokasi shooting?

  • Hubungan macam apakah yang diinginkan dan mungkin dibangun dengan ‘SUBYEK” yang akan dilibatkan?

  • Berapa durasi film dokumenter yang akan dibuat?

  • Dananya dari mana?

  • Pendekatan filmic yang akan di pakai?


4. RESEARCH

  • Cari tahu segala informasi yang berkaitan dengan subyek

  • Cari iformasi tentang pendanaan dan sponsor yang mungkin untuk dilibtkan

5. PROPOSAL/TREATMENT

  • Deskripsi singkat tentang project yang akan dibuat. Contoh:
    Jaranan -The Dance from the Heart- adalah film dokumemter berdurasi 30 menit tentang transformasi peran. Mengikuti karakter-karakter menarik di sebuah desa kecil di Jawa Timur yang dalam keseharian mereka sebagai buruh bangunan atau buruh tani bertransformasi menjadi bintang pertunjukkan pada sebuah pentas

  • Sinopsis, background, karater utama, event

  • Style.

  • Cara pengambilan gambar, sound, lighting, teknik interview, editing

  • Akses special yang membuta dokumenter ini menarik dan beda dengan yang mungkin dibuat orang lain

  • Biasanya melelui beberapa tahap revisi


6. GUNAKAN PROPOSAL/TREATMENT UNTUK MENCARI SUMBER PENDANAAN

7. SCRIPT
Sebagai acuan untuk membangun cerita

8. PRE-PRODUCTION
Membuat semua perencanaan dan pengaturan untuk shooting film dokumenter

  • Ijin lokasi

  • Kontrak

  • Revisi Schedule dan Budget

  • Menyamakan visi diantara kru yang terlibat

  • Ijin untuk arsip orang lain

  • Ijin untuk musik


9. SHOOTING
Eksekusi dari perencanaan yang telah dibuat

10. EDITING
Perhitungkan wkatu yang dibutuhkan. Terutama bila harus menyewa studio editing.
Menyusun Sequences, gunakan bagian yang terbaik, buang yang tidak perlu.

Tahapan:

  • Logging

  • Rough Cut

  • Fine Cut

  • Sound Editing


11. POSTPRODUCTION LAINNYA:

  • Sound Mix

  • Title

  • Special FX yang mungkin digunakan

  • Rekam ke MiniDV, Betacam, VCD atau DVD


12. Marketing dan Distribusi

(Disarikan dari pendapat Martha Ansara)

Sunday, May 24, 2009

SEKILAS DOKUMENTER


DEFINISI: ‘representasi dari kehidupan dan dunia yang kita tempati’ (Nichols, 2001).
Dokumenter adalah kendaraan (vehicle). Pembuat doco sebagai ‘sopirnya’.

Dokumenter Vs Liputan Jurnalisik

HISTORY OF DOCO
Muncul sekitar tahun 1890 an. Sejalan dengan penemuan kamera film.
Tokoh: Lumiere Bros (kamera portable dan sistem proyektor).

POPULAR REVIVAL (1920-1950)
Tokoh:
Robert Flaherty - ethnographic feature (Nanook of The North)
John Grierson – dokumenter yang disponsori pemerintah atau pengusaha (propaganda perang, pendidikan, industrialisasi)

British Documentary Movement
Canada Documentary Movenment etc.

BIG QUESTIONS
1. Dokumenter tentang apa yang ingin saya buat? (ketertarikan dan pusat perhatian pembuat doco - ‘the subject’ atau topic).
2. Apa yang ingin saya sampaikan kepada audience tentang ‘the subject’? (argumen dan point of view – ‘the thesis’).
3. Bagaimana saya akan menyampaikannya? (content, structure and style – ‘the treatment’).

MISI DOKUMENTER (menurut Renov):
1. Record, reveal or preserve
• Film Dokumenter sebagai bentuk baru arsip sejarah
• Dokumen sejarah
2. Persuade or promote
• Pendapat filmmaker terhadap suatu isu
• Menjual produk, nilai, pergerakan social, identitas budaya (bisa disposori perusahan atau pemerintah)
3. Analyse or interrogate
• Menguak tabir dari suatu kebenaran
• Menarik perhatian pada proses analisa yang dilakukan filmmaker
4. Express
• Menggunakan seni film (cinematography/editing) untuk memproduksi makna (meaning) dan efek
• Documenter sebagai ‘pleasurable learning’ (entertain)

POWER OF DOCUMENTARY
 Transforming the subject
 Celebrating the “Ordinary”
 Filmmaker and the process
 Audience Motivation/Activation

MODE/PENDEKATAN DALAM MEMBUAT DUKUMENTER (menurut Nichols):----style----
- Expository Mode
- Observational Mode
- Interactive Mode
- Reflexive Mode

CINEMA VERITE
Ciri:
1. handheld, gambar agak goyang, up close and personal
2. 1 camera, tidak ada ‘reaction shot’
3. direct location sound
4. gaya editing yang menunjukkan kekinian, continuity
5. long take, lack of action
6. tidak ada narasi
7. tidak ada pengenalan terhadap subject/topik
8. sedikit pemakaian teks
9. pendekatan jurnalistik investigasi

PEMILIHAN TOPIK
Menarik, dekat dengan masalah di masyarakat, memungkinkan untuk didapatkan gambarnya.


EKSEKUSI/PRODUKSI
1. Research
2. Shooting


WAWANCARA
1. PREPARE
 Research orang yang akan diwawancarai dalam hubungannya dengan topik yang akan ditanyakan.
 Buat daftar pertannyaan
 Antisipasi reaksi dari orang yang akan diinterview akibat pertanyaan yang kita ajukan.
2. KNOW WHAT YOU WANT
Harus fokus dalam mengejar apa yang ingin kita dapat.
3. LISTEN TO THE ANSWER
4. DEAL WITH EVASION (‘NGELES’)
Point ini berhubungan dengan point kedua (know what we want). Bila orang yang diwawacarai ‘ngeles’ kita boleh mengulang pertanyaan sebanyak mungkin sampai kita mendapatkan jawaban yang kita inginkan atau sampai terlihat bahwa orang tersebut ‘ngeles’ atau tidak mau menjawab pertanyaan, sehingga penonton berita akan menangkap situasi tersebut.
Satu hal yang penting adalah kita harus tetap ‘Polite’ dalam mengajukan pertanyaan.
4. KEEP QUESTION SHORT
To the point
5. ASK ONE QUESTION AT A TIME
6. JANGAN GUNAKAN YES/NO QUESTION.
Jangan gunakan pertanyaan yang memungkinkan untuk dijawab YA atau TIDAK saja.

ETHIC ISSUE
Hak filmmaker Vs Hak subject participants
Buat perjanjian yang disetujui pihak-pihak yang terlibat.
Buat release form.

EDITING
Menurut Rosenthal: pada 90% kasus, cinema verite (dan lainnya?) ditemukan dan dibuat pada proses editing (pasca produksi)


  • EDITING IS NOT MATHEMATIC. IT’S AN ART.
    Ibarat gambar yang kita punya itu rangkaian kereta api, tugas editor adalah membuat jalannya kereta itu se ‘smooth’ mungkin. Tidak ‘gojlak-gajluk’ sehingga yang naik kereta bisa menikmati perjalanannya.

  • Cari OPENING dan CLOSING shot.
    Bisa establishing shot (tapi tidak harus). Yang penting gambar harus menarik perhatian orang untuk menonton keseluruhan berita (OPENING) dan meninggalkan kesan (CLOSING).

  • WIDE SHOT to CLOSE SHOT
    Variasi komposisi shot diperlukan untuk menghindari JUMP CUT dan memberikan inforasi secara detail melalui gambar.

  • GUNAKAN GAMBAR YANG MENUNJUKKAN PERGERAKAN (MOVEMENT)
    Contoh: Untuk gambar orang baca buku, ambil waktu orang tersebut membalikkan halaman buku.

  • JANGAN MENYAMBUNGKAN PERGERAKAN DENGAN PERGERAKAN
    Contoh: PAN disambung PAN
    PAN disambung ZOOM
    ZOOM disambung ZOOM dll.

  • DON’T CROSS THE LINE
    Perhatikan garis imajiner.

  • Perhatikan SOUND (DUB dan NAT SOUND)
    Terutama untuk perpindahan shot kalau ada suara yang ‘nyelip’, sebisa mungkin dihaluskan.

  • JANGAN TERLALU BANYAK CUT AWAY (INTERCUT)
    Lebih baik menyambung gambar dengan membuat ‘sequence’ yang teratur sehingga ‘continuity’ antar shot tetap terjaga. Bila tidak memungkinkan baru gunakan ‘intercut’.

SEQUENCES
Salah satu definisinya adalah sekurang-kurangnya 2 shot yang disambungkan dan saling mendukung.
Sequence dibuat dengan menyambungkan shot-shot dengan tetap memperhatikan kesinambungan (continuity) yang tercipta. Contoh: Presiden berpidato di podium. Bila pada shot pertama presiden memakai kaca mata, pada shot selanjutnya presiden harus tetap berkacamata. Bila tidak ‘continuity’ akan terganggu.

CAMERA WORK
General Rule: (kecuali pada Cinema Verite)



  • USAHAKAN SELALU GUNAKAN TRIPOD (terutama untuk pengambilan gambar liputan berita)
    Kecuali dalam keadan darurat seperti rebutan gambar atau untuk alasan keselamatan.

  • JANGAN terlalu sering PAN DAN ZOOM
    Gunakan STEADY SHOT dengan berbagai komposisi, framing dan angle.
    Boleh PAN dan ZOOM asalkan ada alasannya.

  • UNTUK INTERVIEW SELALU PERHATIKAN:
    Looking Room: ruang kosong di depan pandangan mata orang yang diwawancarai.
    Head Room: ruang kosong di atas kepala orang yang diwawancarai.
    Posisi obyek jangan terlalu menyamping atau akan terlihat seperti gambar dua dimensi/wayang kulit.

  • Hati-hati dengan CROSSING THE LINE.
    Bila mengambil gambar dari sebelah kiri untuk selanjutnya juga harus selalu dari sebelah kiri. Kalau akan berubah mengambil gambar dari kanan harus ada cut away/intercut untuk memudahkan dalam proses editing.

  • Berpikirlah bahwa gambar yang di shoot adalah untuk kepentingan editing.

  • AMBIL GAMBAR YANG DAPAT DISUSUN MENJADI SEQUENCE.
    Misalkan gambar 1. Wide Shot Orang jalan ke meja, kalau bisa gambar kedua adalah Medium Shot atau Close Up Orang itu sudah dekat meja, duduk dan akan menandatangani kertas di meja.

  • AMBIL NATSOUND
    Kalau ada lagu yang mendukung berita ambil gambar dengan berbagai angle tanpa mematikan kamera sehingga lagu tersebut terekam secara lengkap. Contoh: upacara bendera, penyambutan tamu negara dan konser musik.

KESIMPULAN
YANG DIPERLUKAN DALAM MEMBUAT FILM DOKUMENTER



  1. RENCANAKAN BUKTI VISUAL YANG AKAN DIREKAM

  2. KENALI KETIKA GAMBAR YANG DIPERLUKAN MUNCUL DI DEPAN MATA

  3. SELEKSI DAN SUSUN HASIL REKAMAN UNTUK MEMBUAT ARGUMEN VISUAL YANG BISA DINIKMATI DAN KALAU BISA DIPERCAYAI AUDIENCE.


Sunday, April 12, 2009

RADIO TRAVELLERS


Almost every big thing is started from a dream. We are just four regular guys looking forward to make our dream come true. It’s a big dream but it’s also a simple dream. A dream we want to share with every working person in the world. A TV Program Director, a Video Editor, a Sales Manager and another Video Editor. Yap!!! We are four regular guys who work hard everyday to provide our family and we also want to make music for our kind. Working People. We’re not teenagers. We’re not superstars. So, Working People around the world…please join us!!! Absorb the reality of our song, definitely not a semi-realistic sentimental teenager song. …Alright…Alright…I was kidding about my last two sentences. A bit provocative I guess. My point is although I believe that music is a universal thing, sometimes it’s nice listening music that fit to our own situation as mature people. Enjoy the journey with Radio Travellers. Love u all!!!

Penjelajah radio. Penjelajah gelombang. Empat orang pekerja bermain musik untuk menumpahkan energi bunyi-bunyian yang selalu terngiang di benak tanpa bisa dilenyapkan kecuali dengan menyatukannya dalam lagu-lagu. Seorang Sutradara Program TV, seorang Video Editor, seorang Sales Manager dan seorang Video Editor lagi. Bekerja keras setiap hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga sekaligus tetap bermain musik secara serius adalah hal paling aneh yang kami geluti. Apa yang mungkin dihasilkan dari gabungan orang-orang ini? Yap! Betul! Musik untuk kaum kita…Kaum Pekerja. Pastinya bukan lagu kebanyakan yang sentimental dan sedikit semi-realistis. Poinnya adalah meskipun saya percaya bahwa musik itu universal sifatnya, tapi kadang menyenangkan juga ketika bisa menemukan dan menikmati musik yang sesuai dengan situasi kita sebagai Kaum Pekerja. Pulang kantor…habis kerja seharian…nikmati perjalanan bersama para penjelajah radio…RADIO TRAVELLERS!!!

To listen and download Radio Travellers' songs please visit http://www.pestamusik.com/contentdetail.aspx?artistid=22&albumid=22

Steps in Making a Documentary Film (Indonesian version)

Steps in Making a Documentary Film (Martha Ansara)

1. IDE.
Filmmaker mempunyai IDE yang menakjubkan.

2. Visualisasi
Filmmaker membayangkan idenya dalam bentuk visual.

3. Memikirkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berkaitan dengan ide yang akan dikembangkan menjadi film dokumenter.
Bagaimana cara mendapatkan akses ke ‘SUBYEK’ dan tempat yang akan di jadikan lokasi shooting?
Hubungan macam apakah yang diinginkan dan mungkin dibangun dengan ‘SUBYEK” yang akan dilibatkan?
Berapa durasi film dokumenter yang akan dibuat?
Dananya dari mana?
Pendekanat filmic yang akan di pakai?

4. RESEARCH
Cari tahu segala informasi yang berkaitan dengan subyek
Cari iformasi tentang pendanaan dan sponsor yang mungkin untuk dilibtkan

5. PROPOSAL/TREATMENT
Deskripsi singkat tentang project yang akan dibuat. Contoh:
Jaranan -The Dance from the Heart- adalah film dokumemter berdurasi 30 menit tentang transformasi peran. Mengikuti karakter-karakter menarik di sebuah desa kecil di Jawa Timur yang dalam keseharian mereka sebagai buruh bangunan atau buruh tani bertransformasi menjadi bintang pertunjukkan pada sebuah pentas
Sinopsis, background, karater utama, event
Style.
Cara pengambilan gambar, sound, lighting, teknik interview, editing
Akses special yang membuta dokumenter ini menarik dan beda dengan yang mungkin dibuat orang lain
Biasanya melelui beberapa tahap revisi

6. GUNAKAN PROPOSAL/TREATMENT UNTUK MENCARI SUMBER PENDANAAN

7. SCRIPT
Sebagai acuan untuk membangun cerita

8. PREPRODUCTION
Membuat semua perencanaan dan pengaturan untuk shooting film dokumenter
Ijin lokasi
Kontrak
Revisi Schedule dan Budget
Menyamakan visi diantara kru yang terlibat
Ijin untuk arsip orang lain
Ijin untuk musik

9. SHOOTING
Eksekusi dari perencanaan yang telah dibuat

10. EDITING
Perhitungkan wkatu yang dibutuhkan. Terutama bila harus menyewa studio editing.
Menyusun Sequences, gunakan bagian yang terbaik, buang yang tidak perlu
Tahapan:
o Logging
o Rough Cut
o Fine Cut
o Sound Editing

11. POSTPRODUCTION LAINNYA:
Sound Mix
Title
Special FX yang mungkin digunakan
Rekam ke MiniDV, Betacam, VCD atau DVD

12. Marketing dan Distribusi

the return...

It's been awhile everyone...facebook just drags me out from this page...but I'm back...